Sakura, seorang gadis
SMA yang berambisi menjadi seorang penulis novel. Naruto, seorang anak
laki-laki di sekolah yang memiliki mimpi untuk menjadi seorang pemain
bola. Bersama mereka saling menyemangati mimpi masing-masing, satu sama
lain menjadi tujuan masing-masing untuk meraih mimpi, dan kemudian
masing-masing saling jatuh cinta. AU
Upacara penerimaan murid baru di SMA Konoha,
di suatu pagi hari yang cerah.Seorang anak perempuan berambut pink dengan
sepasang mata berwarna hijau emerald, dengan kartu nama bertuliskan 'Haruno
Sakura' di kantung jasnya, berlari memasuki kerumunan murid-murid baru yang
berbaris menurut kelas yang telah mereka dapatkan. Gadis bernama Sakura itu
celingukan mencari barisan yang merupakan kelasnya. Ketika berhasil
menemukannya setelah melihat papan nama yang bertengger di depan setiap barisan
para murid, gadis itu mempercepat langkahnya.
Tanpa sadar seorang anak laki-laki yang juga
merupakan murid baru sepertinya datang dari arah lain, keduanya bertabrakan.
Dan di saat yang bersamaan, Sakura jatuh terduduk, sementara anak laki-laki itu
mundur beberapa langkah ke belakang.
"Aduh," keluh Sakura kesakitan
sambil memegang pantatnya yang habis menyentuh permukaan lantai dengan keras.
"Maafkan aku! Aku tidak melihatmu!"
Sakura melihat sebuah telapak tangan terulur padanya, "Kau tidak apa-apa,
kan?"
Sakura menerima uluran tangan tersebut,
"Tidak apa-apa. Terima kasih. Maaf aku juga tidak melihatmu tadi,"
katanya sambil berusaha berdiri. Kepalanya mendongak untuk melihat wajah orang
yang baru menabraknya, dan menemukan sepasang mata berwarna biru safir
menatapnya dengan cemas, sementara sebuah senyuman bertengger di wajah
laki-laki berambut blonde itu. Rambutnya dicat, memakai headband dan telinganya
ditindik?
"Kau dari kelas 1-C?" Tanya
laki-laki itu. Ketika ia melihat anggukan dari Sakura, senyuman di wajahnya
berubah menjadi cengiran lebar, "Aku juga dari kelas yang sama! Senang
berkenalan denganmu, namaku Uzumaki Naruto, panggilanku Naruto," katanya
sambil mengayunkan tangan Sakura, sementara tangannya yang satunya menunjuk ke
kartu namanya.
"Sakura. Haruno Sakura," kata Sakura
sambil tersenyum, "Senang berkenalan denganmu juga."
"Oh, Sakura-chan," Naruto mengangkat
alisnya. Sakura hanya mengangguk dan berlalu pergi, tapi kemudian Naruto
kembali memanggilnya, "Uh, kau melupakan sesuatu." Anak itu
mengangkat sebuah sapu tangan dengan motif bunga Sakura.
"Itu sapu tanganku! Terima kasih!"
"Sama-sama."
Keduanya berpisah, masing-masing di barisan
anak perempuan dan barisan anak laki-laki. Sekilas mata Naruto melirik ke arah
Sakura.
Guguran kelopak bunga Sakura berterbangan
ditiup angin, masuk ke celah-celah jendela gym. Anak laki-laki itu tidak
mengalihkan pandangannya sedetik pun dari Sakura. Sementara guguran bunga
Sakura masih terus berterbangan di hadapannya, menghiasi pemandangan yang ia
lihat saat ini.
XXX
Perkenalan di kelas yang baru, bukanlah hal
yang mudah bagi Sakura.
Melihat beberapa orang teman baru yang tidak
dikenalnya memperkenalkan diri, Sakura merasakan dirinya sedikit tegang ketika
tiba saat baginya untuk memperkenalkan diri. Ia berdiri dari kursinya, dengan
senyuman manis yang ia buat sebaik mungkin, Sakura berkata, "Namaku Haruno
Sakura, dari SMP Konoha. Terima kasih."
Ia bernafas lega ketika beberapa murid
menepukinya. Kembali duduk di kursinya, ia mendengar beberapa murid lainnya
memperkenalkan diri masing-masing. Sesaat ia tertarik begitu melihat seorang
murid berwajah tampan, bernama Uchiha Sasuke, dengan gayanya yang cool
memperkenalkan dirinya dan langsung mendapat tepukan tangan dari para siswi.
Tiba-tiba saja gadis itu teringat pada murid bernama Naruto yang ditemuinya
saat upacara pembukaan tahun ajaran baru tadi.
'Ke mana dia?'
Suara pintu yang dibuka mengalihkan perhatian
Sakura. "Maaf aku terlambat," seorang anak laki-laki muncul dari
balik pintu geser, berambut blonde dengan headband berwarna hitam dan tindik di
telinganya—Uzumaki Naruto. Sesaat seisi kelas langsung ramai membicarakan
penampilan Naruto.
"Hmm, kau pasti Uzumaki Naruto,"
kata guru yang menjadi wali kelas 1-C, Kakashi-sensei, "Karena ini hari
pertamamu, aku akan memafkanmu untuk kali ini. Sekarang duduk di kursi sana dan
perkenalkan dirimu pada yang lain."
Sakura memperhatikan Naruto duduk di sebuah
kursi yang terletak paling belakang—berbeda 3 meja dari meja yang ia
duduki—dekat dengan sebuah jendela.
"Namaku Uzumaki Naruto. SMP Kiri,"
Naruto memperkenalkan dirinya tanpa berdiri dari kursinya, tangan kanannya
menopang wajahnya.
Seisi kelas langsung berbisik-bisik mengenai
sikapnya, meski Naruto bersikap acuh mendengar gossip mengenai dirinya. Saat
Kakashi-sensei memintanya untuk melepas headband yang dikenakannya dan
menasihatinya soal penampilannya—terutama warna rambutnya yang aneh, Naruto
hanya diam. Tapi Sakura mengerti bahwa sebenarnya anak itu mendengarkan
Kakashi-sensei dengan seksama.
Keduanya tidak saling menyapa saat itu, saling
berdiam diri. Seorang gadis berambut pink yang duduk di kursi paling belakang,
dan seorang anak laki-laki berambut blonde yang duduk di kursi paling belakang
pada sisi lainnya—wajahnya menghadap ke luar jendela.
XXX
Pelajaran BK—meski tidak bisa dianggap sebagai
mata pelajaran, berlangsung sebelum bel pulang berbunyi. Guru yang mengajar
bernama Iruka-sensei, dan Sakura cukup menyukai guru ini karena kebaikan dan
kelembutannya menghadapi sikap teman-teman sekelasnya yang cukup ramai di
kelas, bahkan saat menghadapi kebandelan sifat Naruto.
Ketika guru itu menyuruh anak-anak sekelas
untuk menyebutkan profesi yang ingin mereka capai suatu hari nanti, Sakura bisa
mendengar beberapa anak menyebutkan profesi dengan alasan yang cukup menarik.
Dan saat giliran Sakura, gadis itu dengan mantap berkata, "Aku berharap
suatu hari nanti bisa menjadi seorang novelis, membuat novel yang dibaca banyak
orang—sehingga orang-orang menghargai karyaku sekaligus menikmatinya."
Sakura mendengar seisi kelas bertepuk tangan
padanya. Sekilas pada saat yang sama ia melihat Naruto menoleh ke arahnya,
melemparkan senyuman padanya. Setelah gilirannya usai, Sakura mendengar 2 anak
lainnya menyebutkan profesi masing-masing dan barulah tiba giliran Naruto.
Berbeda dengan saat perkenalan tadi, kini Naruto tampak lebih serius—bahkan
anak itu berdiri dari kursinya.
"Suatu saat nanti aku pasti akan menjadi
seorang pemain bola yang hebat dan bisa bergabung dengan tim inti Nasional.
Lalu semua orang akan mengakui kemampuanku—keberadaanku dan menganggapku
sebagai sesuatu yang bisa menginspirasi mereka," Naruto langsung duduk di
kursinya diiringi tepuk tangan seisi kelas. Bahkan tanpa Sakura sadari, ia
bertepuk tangan—kagum dengan ucapan yang diberikan oleh Naruto.
Ia mendengar beberapa murid lagi-lagi berbisik
mengenai cita-cita Naruto, menganggapnya sebagai sebuah candaan. Sakura
mengerutkan dahinya, ia percaya bahwa apa yang Naruto katakan memang benar. Apa
salahnya orang seperti dia memiliki cita-cita seperti itu? Tanpa sadar Sakura
membanting buku-buku pelajaran di hadapannya—menghentikan bisikan anak-anak
perempuan di depannya.
Naruto menoleh ke Sakura sejenak,
mengamatinya. Ia melihat kepuasan muncul di wajah gadis itu, dan tanpa sadar
Naruto juga ikut tersenyum puas padanya.
XXX
"Bagaimana, Sakura? Kau mau ikut
bersamaku dan Hinata pergi ke café di ujung jalan sana tidak?" sepulang
sekolah esok harinya, Ino—nama teman baru Sakura di kelas sekaligus teman sejak
SD, mengajaknya. Rambut blondenya yang dikuncir ekor kuda berayun-ayun ditiup
angin.
"Hmm. Aku ingin di sekolah dulu. Lain
kali saja, ya," Sakura menolak ajakan temannya.
"Etto, memangnya ada apa di
sekolah?" Tanya Hinata, teman yang baru saja dikenal Sakura kemarin. Gadis
itu manis, menurut Sakura, dengan rambut hitam panjang dan kulit putih dengan
rona merah di pipinya—bahkan bentuk tubuhnya sempurna!
"Aku hanya ingin memastikan
sesuatu," jawab Sakura cepat. Ia mendorong kedua temannya ke luar gerbang
sekolah, "Pokoknya kalian duluan saja, bersenang-senanglah tanpaku! Aku
tidak apa-apa, kok!"
Ia langsung berlari masuk ke dalam halaman
belakang sekolah, yang terletak di dekat lapangan. Di tempat itu banyak
pepohonan Sakura yang masih menggugurkan bunga-bunga berwarna pinknya. Sakura
sangat menyukai pemandangan saat ini, melihatnya mmebuat perasaannya menjadi
damai. Mungkin sekarang Sakura bisa melakukannya di sini. Gadis itu membuka
tasnya dan mengeluarkan sebuah buku tulis kampus beserta sebuah pena. Ia mulai
berpikir-pikir saat membuka buku di tangannya, dan menuliskan sesuatu saat
menemukan ide.
"Baiklah," tangannya sibuk menulis
di buku tulis tersebut.
Sudah lama sekali ia memiliki hobi menulis
sebuah cerita di buku dan menyuruh Ino membacanya begitu ia selesai menulis,
meminta temannya itu untuk memberi komentar soal tulisannya. Dan terkadang ia
menulis cerita secara sembunyi-sembunyi tanpa diketahui sahabatnya. Bersembunyi
di suatu tempat dan kemudian barulah menulis. Menurutnya, berada di tempat sepi
dan tenang bisa memberikannya banyak ide dalam menulis. Sakura tersenyum
membayangkan apa jadinya dirinya suatu hari nanti, jika ia benar-benar menjadi
seorang penulis.
Apa orang-orang akan menikmati karyanya? Apa
mereka akan menyukai karyanya? Apa pendapat yang akan pembacanya berikan
padanya?
Sebuah bola tiba-tiba jatuh di hadapannya.
Sakura meloncat kaget dari tempat ia duduk sambil memekik.
"Whoa, maafkan aku!" tiba-tiba
Naruto muncul di hadapan Sakura—dengan kaus, headband dan rambut yang basah
oleh keringat—membuat gadis itu menarik nafasnya, merasakan rona merah
menghiasi wajahnya. Ketika ia melihat Sakura di hadapannya, wajahnya berubah
khawatir, "Kau Sakura-chan, kan? Kau tidak apa-apa? Maafkan aku, aku kira di
sini tidak ada orang! Apa kau terluka? Apa bolanya mengenaimu?"
"A-aku tidak apa-apa, kok!" Sakura
seakan merasakan déjà vu ketika anak itu menanyainya dengan berbagai
pertanyaan, "Aku hanya kaget saja tiba-tiba bolanya jatuh di
hadapanku."
"Aku menendangnya terlalu keras sampai
bolanya out," jelas Naruto. Ia mengamati Sakura, "Apa yang kau
lakukan di sini? Kau belum pulang? Atau kau ada ekskul?"
Sakura tidak menyangka bahwa Naruto akan
memberinya banyak pertanyaan. Ternyata anak itu tidak begitu pendiam seperti di
kelas, "Oh. Ano, aku hanya sedang… menulis…" rona merah menghiasi
wajah Sakura. Ia merasa malu sekali harus mengakui pada Naruto bahwa dirinya
sedang menulis. Entah kenapa, ia tidak suka apabila harus menceritakan hobi
senang menulisnya pada orang lain, apalagi seorang cowok! Naruto pasti akan
tertawa padanya!
"Oh. Menulis cerita?" reaksi
sederhana yang keluar dari mulut si blonde itu mengejutkan Sakura. Ia duduk
berjongkok di hadapan Sakura, mengamati buku yang dipegang oleh gadis pink itu,
"Hmm. Kenapa kau masih belum menentukan judulnya? Ini bercerita soal
pengalamanmu di sekolah yang baru, kan?"
Sakura menarik bukunya. Wajahnya memerah,
"I-Ini bukan urusanmu! Aku memikirkan judulnya nanti, setelah aku membuat
ceritanya!"
"Hee?" Naruto mengerutkan dahinya,
"Bukannya biasanya kau menentukan judulnya baru membuat sebuah cerita, ya?
Jadi judul yang menguasai seluruh isi cerita…"
"Ya, ya, aku tahu—"
"Dobe! Bolanya mana? Kenapa kau lama
sekali?"
Sebuah suara mengalihkan perhatian keduanya.
Naruto berdiri dari tempatnya dan mengambil bola yang berada di sisi tubuh
Sakura, "Iya, tunggu sebentar, Teme!" lalu ia menoleh pada Sakura dan
tersenyum, "Kalau begitu, lanjutkan membuat ceritanya. Semangat, oke?
Kalau bisa, aku ingin membaca cerita buatanmu!" Naruto langsung berlari ke
luar dari semak-semak.
Sakura mendekap buku tulisnya erat-erat. Ia
mengangkat wajahnya dan meletakkan mulutnya di sekitar mulutnya, "Kau
berjuang juga, Naruto! Semangat latihannya!" seru Sakura. Ia mengira
Naruto tidak akan menyahutnya, tapi kemudian cowok itu berbalik dan memberikan
Sakura jempolnya dan sebuah cengiran khas.
Sakura merasakan jantungnya berdegup.
XXX
"Bagaimana kalau kita melihat anak-anak
cowok bermain bola?"
Sakura menoleh ke Ino, "Kau mau melihat
siapa sebenarnya? Sasuke-kun, Sai, atau Shikamaru?"
"Tentu saja Shikamaru!" seru Ino
bersemangat. Tetapi kemudian wajahnya memerah begitu ia sadar dengan jawaban
yang keluar dari mulutnya, "M-maksudku Sasuke-kun dan Sai-kun
tentunya!"
Sakura tertawa mendengar ucapan Ino, "Jangan
berbohong padaku, deh. Kau suka pada Shikamaru sejak SMP, kan?"
"Aku ti-"
"Hei, itu Hinata!" kata Sakura
sambil menunjuk pada Hinata yang sedang melambaikan tangannya dari pinggir
lapangan pada mereka. Sakura balas melambai, "Dia menyuruh kita ke bawah,
tuh."
Setiba mereka di bawah, keduanya bisa
mendengar anak-anak cewek berubah riuh ketika Sasuke menerima umpan passing
dari Sai, menyemangati anak laki-laki berwajah tampan dan cool itu.
"Kenapa anak-anak cowok bermain bola saat
istirahat?" Tanya Sakura penasaran, melihat anak-anak yang bermain di
lapangan kebanyakan adalah anak-anak dari ekskul sepak bola.
"Etto, musim panas… Katanya ada turnamen
SMA se-Tokyo," jawab Hinata.
"Hah? Masa?" Sakura membelalakkan
mata.
"Hinata baru saja diterima menjadi manajer
sepak bola sekolah kita, Sakura," kata Ino.
"Nani? Aku baru tahu!" Sakura
melirik Hinata yang hanya tersenyum sambil tersipu-sipu.
"GOL!"
Sebuah bola menghantam net gawang. Sakura bisa
melihat Naruto dipeluk oleh beberapa anak laki-laki, sementara Chouji yang
bertindak sebagai keeper membanting bola dengan kesal. Bola tersebut langsung
digiring oleh Naruto ke tengah lapangan sebelum kembali memulai pertandingan.
Ketika Naruto menyadari bahwa Sakura sedang memandanginya, menoleh ke arah
gadis pink itu dan melambaikan tangannya. Sakura membalas lambaiannya sambil
berteriak, "Bagus, Naruto!"
"Kau kenal dengan Naruto?" Ino
memandang Sakura dengan tidak percaya, "Sejak kapan?"
"Sejak pertama kali masuk ke sekolah
ini," kata Sakura, terkekeh. Ia tahu bahwa Ino akan kebingungan melihatnya
kenal dengan Naruto. Anak itu hanya berteman dengan anak laki-laki, sementara
anak-anak perempuan memilih untuk menjauhinya karena takut akan penampilan dan
sikapnya—bahkan beberapa orang guru selalu bersikap keras karena melihat
penampilan dan sikapnya. Sakura mengangkat alisnya begitu mengingat hal
tersebut. Padahal menurutnya Naruto itu cukup asyik diajak berteman, meski baru
beberapa hari ia mengenal anak itu, dan juga Naruto cukup lembut pada anak
perempuan.
"P-pasti asyik, ya, bisa kenal dengan
Naruto-kun…" kata Hinata pelan.
Sakura menoleh ke Hinata, melihat ekspresi
tidak terbaca di wajah temannya itu. Tiba-tiba Sakura merasakan perasaan yang
aneh di dadanya—meski ia tahu bahwa sahabatnya itu sudah memiliki orang lain di
hatinya.
XXX
Saat sekolah sudah sepi, Sakura baru
memutuskan untuk pulang setelah menyelesaikan cerita buatannya. Saat ia
mengambil jalan lewat halaman belakang sekolah, Sakura menemukan Naruto sedang
berdiri sendirian di depan gawang sambil menendang-nendang bola dan
memainkannya di sela-sela kakinya.
"Kau belum pulang?" Tanya Sakura,
menghentikan permainan Naruto.
"Oh. Hai, Sakura-chan," kata Naruto,
membalikkan tubuhnya ke Sakura, "Aku masih ingin bermain-main sebentar.
Kau sendiri belum pulang?"
"Aku baru mau pulang."
"Habis menyelesaikan ceritamu, ya?"
Tanya Naruto balik.
"…iya," sahut gadis itu. Ia
mengeluarkan buku tulis kampus dari tasnya dan menunjukkannya pada Naruto,
"Apa kau ingin membacanya?"
Naruto mengangkat alisnya, "Serius, nih,
aku boleh membacanya?" Sakura mengangguk sambil melihat Naruto meraih buku
tulisnya. "Baiklah. Apa jangan-jangan aku orang pertama yang membacanya,
ya?"
"Ino yang aku berikan buku itu untuk
kuminta pendapatnya pertama kali, kok," kata Sakura sambil tertawa,
"Apa kau akan ikut pertandingan turnamen musim panas nanti?"
"Aku belum tahu," Naruto sibuk
mengamati buku tulis Sakura, "Coach Yamato baru memberitahukan pengumuman
pemain inti seminggu lagi. Ah, rasanya deg-degan sekali! Apa aku akan diterima
jadi pemain inti, ya?"
"Tentu saja kau akan diterima," kata
Sakura menyemangati, "Kau bermain sangat bagus, kok! Sayang sekali kalau
sampai Yamato-sensei tidak memasukkanmu!"
"Mungkin aku jadi pemain inti, tapi
bermain sebagai pemain cadangan," Naruto tersenyum pada Sakura. Sakura
menatap Naruto. Kenapa anak itu malah kelihatan senang meski cuma jadi pemain
cadangan? "Meskipun begitu, aku akan tetap bermain dengan baik."
"Kenapa kau berpikir kau akan menjadi
pemain cadangan?" Tanya Sakura.
"Soalnya aku selalu bermain di luar kemauan
Coach Yamato," jelas Naruto, "Dan aku selalu bermain berdasarkan
instingku. Bagi seorang pemain bola, seharusnya arahan dari pelatih itu juga
penting."
"Tapi mana mungkin hanya karena
itu!"
"Sasuke, Sai, Shikamaru, semuanya juga
bermain lebih baik daripada aku. Sudah begitu mereka bisa bermain seperti apa
yang pelatih inginkan," Naruto membuka beberapa halaman buku di tangannya,
"Hei, meski aku bermain sebagai cadangan, aku tetap bisa bermain sebaik
pemain pro, kau tahu!"
Sakura meninju bahu Naruto dengan pelan dan
menggembungkan pipinya, pura-pura cemberut di hadapan cowok itu, "Kalau
begitu, aku harap kau jangan patah semangat dulu. Bersikaplah optimis! Aku tahu
kau pasti bisa jadi pemain inti! Semangatlah, Naruto!"
Naruto terkekeh, "Aku akan semangat! Kau
juga, Sakura-chan. Lalu… Boleh, kan, buku ini kubawa pulang untuk kubaca?"
"Tentu saja, kenapa tidak?" Sakura
melemparkan senyuman pada anak itu.
Meski baru beberapa hari ia mengenal Naruto,
entah kenapa ia merasa sangat nyaman mengobrol banyak dengannya. Bahkan ia
merasa Naruto lebih asyik dari pada Ino—teman sejak kecilnya sendiri. Apa
mungkin karena ini pertama kalinya ia berteman dengan anak laki-laki?
Sepertinya bukan.
XXX
Seminggu kemudian, Sakura berdiri di depan
ruangan ekskul sepak bola sambil mengamati papan berkaca yang ditempeli oleh
nama-nama pemain inti yang akan bermain pada turnamen musim panas. Di
belakangnya, anak-anak yang terpilih sebagai pemain inti bersorak senang.
Sakura mendecakkan lidah ketika ia tidak menemukan nama Naruto di daftar pemain
inti, melainkan di daftar pemain yang akan bermain sebagai pemain cadangan di
tim inti. Ia pun berlalu pergi sampai sebuah suara memanggilnya.
"Sakura-chan?"
Sakura melihat Naruto sedang berdiri di
belakangnya, "Naruto…"
"Kau sudah melihatnya, ya?" Tanya
Naruto sambil tersenyum lebar, "Meski cuma cadangan, tapi aku ini tetap
pemain inti, kok. Coach pasti akan memainkanku di pertandingan nanti."
"Tetap saja cadangan, apa Yamato-sensei
tidak bisa menilai kemampuan seseorang?" Sakura melipat tangannya dengan
kesal, "Kalau begitu, kalau seandainya kau bermain nanti…" Sakura
menatap Naruto, "Berjanjilah kau bisa mencetak gol. Bisakah kau berjanji
padaku, Naruto?"
Naruto menatap Sakura dengan tatapan aneh,
"Sakura-chan… Mana mungkin aku bisa berjanji seperti itu! Mencetak gol itu
bukanlah hal yang mudah."
"Masih ada waktu 2 bulan lebih sampai
turnamen musim panas, kan?" Tanya Sakura memastikan, "Makanya, aku
ingin melihatmu mempersiapkan diri. Kau harus bisa menunjukkan pada
Yamato-sensei bahwa kau bisa. Kau bilang kau ingin semua orang mengakuimu, kan?
Setidaknya, buatlah aku jadi orang pertama yang bisa mengakui
kemampuanmu!" Sakura mengacungkan jari kelingkingnya, "Pinky
promise?"
Sebuah rona merah menghiasi wajah Naruto. Anak
laki-laki itu menghela nafas dalam-dalam, "Baiklah. Aku berjanji," ia
tersenyum lembut pada Sakura. "Tapi aku juga ingin kau berjanji satu hal
padaku."
"Eh? Apa itu?"
"Kalau tim sepak bola sekolah berhasil
menjadi juara se-Tokyo, aku ingin kau membuatkanku sebuah cerita mengenai
diriku."
Sakura terhenyak sejenak mendengar ucapan
Naruto. Tetapi kemudian ekspresinya berubah, "Aku janji!" sebuah
senyuman kini menghiasi wajahnya.
Keduanya saling melepaskan kelingking
masing-masing, saling membawa janji satu sama lain.
XXX
Setiap pulang sekolah selama 2 bulan, Sakura
selalu pulang lebih lambat dari biasanya. Ia selalu tampak menunggui anak
laki-laki bermain sepak bola. Ekskul sepak bola menjadi aktif latihan begitu
memasuki h-2 bulan menuju pertandingan sepak bola SMA se-Tokyo. Sesekali ia
berteriak menyemangati Naruto dari kejauhan ketika anak itu tampak kelelahan.
Sesekali pula ia selalu tampak duduk di kursi taman dan membawakan Naruto
sebotol minuman atau makanan.
"Dia pacarmu, Naruto? Cantik juga…"
Komentar dan pertanyaan seperti itu selalu
didengar oleh Naruto tiap kali Sakura menungguinya sepulang sekolah dan
membawakannya minuman atau makanan. Naruto tidak menjawab. Ia hanya bisa merasa
senang melihat gadis itu membawakannya minuman atau makanan dan mengucapkan
terima kasih.
"Ini bukumu. Aku sudah membacanya,"
kata Naruto pada suatu hari sepulang dari latihan.
Sakura menerima buku tersebut dan menatapnya
dengan tatapan aneh, "…cerita buatanku tidak bagus, ya?" Tanya Sakura
penasaran.
Naruto tertawa mendengar ucapan gadis itu dan
menggeleng, "Tidak. Justru aku menyukainya!" sahut Naruto
bersemangat, "Tentang seorang gadis yang mengirimi pacarnya surat-surat,
padahal pacarnya sudah lama meninggal. Rasanya aku bisa mengerti perasaan tokoh
utamanya. Aku menunjukkannya pada ibuku, dan dia juga menyukainya—sampai-sampai
menangis terharu membacanya."
Sebuah senyuman melintas di wajah Sakura,
"Sungguh? Baguslah kalau begitu. Aku senang kau menyukainya!"
tiba-tiba ia merasa bersemangat untuk menulis sebuah cerita sesampainya ia di
rumah.
"Ngomong-ngomong rumahmu di mana?"
"Umm… di sekitar belokan sana.
Kenapa?"
Naruto hanya mengangkat bahu sambil menjawab,
"Hanya ingin tahu." Ia pergi mengikuti Sakura hingga gadis itu sampai
di depan rumahnya. Begitu mereka sampai di sana, Naruto mengantar Sakura hingga
masuk ke pekarangan, "Kalau begitu, aku pulang sekarang, ya."
"Kau tidak ingin masuk dulu, aku buatkan
teh?" tawar Sakura.
Naruto menggeleng, "Tidak usah. Terima
kasih, Sakura-chan. Sampai ketemu besok," ia melambaikan tangannya pada
Sakura dan keluar dari pintu pagar rumah gadis itu.
Sakura membalas lambaian tangan Naruto. Ia
berpikir sejenak, kenapa tiba-tiba cowok itu ingin melihat rumahnya. Apa
mungkin dia sebenarnya hanya bermaksud ingin mengantarnya pulang? Sakura
tersenyum membayangkannya. Sambil bersenandung, Sakura berjalan memasuki
rumahnya.
XXX
Ketika musim panas tiba, Sakura tidak pernah
melihat Naruto muncul di kelas selama beberapa hari. Ia tahu bahwa cowok itu
sekarang sedang bertanding di pusat kota Tokyo. Sebersit perasaan kesepian
menyesapi dadanya, ia rindu mengobrol bersamanya, rindu melihat Naruto tertawa
dengan anak laki-laki di kelasnya, dan juga rindu melihat Naruto bersikap iseng
terhadap beberapa orang guru yang mengajar.
Sakura menghela nafas panjang, dan beralih pada
buku tulis di hadapannya. Apa yang harus kutulis, ya?
Ia sudah berjanji akan membuat cerita tentang
Naruto begitu tim bola sekolah mereka berhasil meraih juara 1. Sakura tahu
bahwa saingan di Tokyo sana pasti berasal dari sekolah-sekolah dengan tim bola
terbaik, tapi ia yakin pada kemampuan Naruto—meski anak itu hanya menjadi
cadangan. Siapa tahu begitu Yamato-sensei memainkannya, dia langsung mencetak
gol?
Sakura langsung menutup buku tulisnya ketika
Ino datang menghampiri mejanya, "Tim sepak bola kita menang! Mereka masuk
final! Mereka berhasil mengalahkan sekolah-sekolah seperti Suna Gakuen, SMA
Kiri, juga tim bola SMA Ame yang terkenal garang itu! Hinata memberitahuku
setelah Sasuke meneleponnya!"
"Benarkah?" Tanya Sakura antusias,
"Terus finalnya melawan siapa?"
"Katanya, sih, Yuki Gakuen yang terkenal
itu," jawab Ino. "Hinata mengajak kita untuk menonton finalnya hari
minggu nanti di Stadium Nasional Tokyo. Bagaimana? Kau mau ikut, tidak?"
"Tentu saja aku ikut!"
"Pasti karena kau ingin mendukung Naruto,
kan?" goda Ino. Sakura hanya menjulurkan lidah padanya.
Ia tidak bisa menyembunyikan perasaan
senangnya. Naruto lolos ke final, tidak, tim sepak bola Konoha masuk ke final!
Artinya ia harus bersiap-siap membuatkan Naruto sebuah buku cerita sesuai janjinya.
Tapi kemudian wajah Sakura berubah cemberut. Kenapa dia tidak meminta email
Naruto setelah 3 bulan berteman dengannya, ya? Padahal ia ingin sekali
mengucapkan selamat pada anak itu. Sakura menjambak rambutnya dengan kesal.
Lain kali ia harus meminta email ponselnya!
XXX
Stadium Nasional Tokyo ramai oleh pendukung
dari masing-masing tim. Sakura tidak menyangka bahwa seisi sekolahnya sampai
ikut ke stadium, bahkan anak-anak perempuan dari ekskul cheerleader ikut
menjadi supporter di sana. Pandangan gadis itu langsung merayap ke seluruh sisi
lapangan—mencari-cari sosok yang ia kenal sebagai Naruto. Ia melihat beberapa
pemain sudah bersiap di tengah lapangan dan saling bersalaman, tapi Sakura
tidak menemukan Naruto di sana.
Malah ia menemukan Naruto sedang duduk di
kursi cadangan bersama Yamato-sensei dan pemain cadangan lainnya. Sakura
menyipitkan matanya, jangan-jangan selama ini Naruto bermain sebagai pemain
cadangan?
"Naruto pemain cadangan?" Tanya Ino
seolah-olah bisa membaca pikiran Sakura.
"I-iya. Naruto-kun bermain sebagai pemain
cadangan. T-tapi kemarin Yamato-sensei memainkannya, kok, selama perempat
pertandingan," jawab Hinata, yang duduk di kursi pemain dekat dengan kursi
penonton Sakura dan Ino.
Sakura tidak ikut berbicara, ia hanya
mengamati jalannya pertandingan—dengan pikiran melayang soal Naruto yang
menjadi pemain cadangan. Ia meringis ketika pemain dari SMA Yuki mentackle
tubuh Sasukedengan cukup keras, membuatnya jatuh ke atas rumput. Seisi penonton
sekaligus pendukung tim Konoha langsung menyoraki pemain tersebut.
"K-kasar sekali! A-apa Sasuke-kun
baik-baik saja?" Hinata tampak khawatir.
"Pemain SMA Yuki kasar sekali,
memang!" gerutu Ino kesal, "Aku tidak mengerti kenapa pemain seperti
mereka bisa masuk ke final!"
Mendekati waktu istirahat, salah seorang
pemain SMA Yuki yang lain kembali membuat pelanggaran dengan menendang kaki
Shikamaru—membuat anak itu terjembab ke atas tanah sambil memegangi kakinya
dengan kesakitan.
"HEI!" seru Ino marah, "Kenapa
tiba-tiba dia malah menendang kaki Shikamaru?! Padahal jelas-jelas bolanya
sudah dipassing ke Sai-kun!"
Sakura menghela nafas senang ketika wasit
memberi kartu kuning pada pemain tersebut. Begitulah akibatnya kalau bermain
kasar, baka! Peluit tanda permainan kembali dibunyikan sampai peluit tanda
babak pertama selesai dibunyikan. Kosong-kosong untuk skor kedua tim. Sakura
bergegas mendekati kursi pemain lewat tangga kecil. Ia melihat Hinata membantu
beberapa orang pemain—mengecek luka dan memberi minuman. Sakura memanggil
Naruto dengan melempar botol minuman pada anak laki-laki itu.
"Buatmu," kata Sakura ketika Naruto
menangkap botol soft drink itu.
"…oh, terima kasih, Sakura-chan,"
tanpa diminta Naruto langsung meneguk minuman tersebut. Ia tidak memedulikan
teman-teman satu tim yang menyorakinya dan juga Sakura. Anak itu hanya
menjulurkan lidah pada mereka dan melambaikan tangannya pada Sakura ketika
gadis itu berlalu kembali menuju tempat duduknya.
"Kau yakin kau tidak menyukai Naruto,
Sakura?" Tanya Ino begitu Sakura duduk di sampingnya.
"Kenapa? Aku memberikannya minum bukan
berarti aku menyukainya, kan?"
"Tapi kau begitu memperhatikannya. Dia
juga sepertinya memperhatikanmu," Ino menatap lurus ke lapangan,
"Kurasa kau sebaiknya jangan berlama-lama menyimpan perasaanmu
padanya."
Sakura mengerutkan dahinya. Kenapa semua orang
menganggapnya menyukai Naruto? Ia hanya menganggap Naruto teman—teman yang mau
menyemangati impiannya dan menganggap dirinya sebagai orang yang menyemangati
impian Naruto. Hubungan mereka tidak akan pernah lebih dari itu.
Sakura tersadar dari pikirannya ketika bunyi
peluit babak kedua dimulai, kali ini dengan beberapa pemain cadangan sebagai
pemain inti—meski Sakura sesali tidak ada Naruto di antara mereka. Suasana
kembali riuh ketika salah seorang pemain SMA Yuki kembali mentackle tulang
kering Sai, kali ini Sai tidak bisa bangkit dari tempatnya. Ino dan para
pendukung SMA Konoha menyeru-nyeru marah pada pemain SMA Yuki tersebut—merasa
tidak puas dengan kartu kuning lain yang dikeluarkan oleh wasit. Kemudian
terjadi pergantian pemain. Sakura menahan nafasnya melihat Naruto berlari
memasuki lapangan.
"Waktunya tinggal berapa?" Tanya
Sakura cemas.
"Umm," Ino melirik score board,
"Tinggal 20 menit lagi. Tapi sepertinya akan ada tambahan waktu."
Sakura memilin tangannya dan mulai berdoa,
Semoga Naruto bisa, ya Tuhan. Satu gol, saja.
Mata Sakura terbelalak ketika ia melihat kali
ini Naruto yang jatuh saat seorang pemain lawan menabraknya. Tanpa sadar ia
menyeru marah pada pemain tersebut—tapi kembali tenang saat ia melihat Naruto
kembali berdiri dan diberi kesempatan untuk melakukan penalti. Sakura kembali
mengangkat tangannya dan berdoa, berharap tendangan dari Naruto akan masuk.
Tetapi tendangan Naruto berhasil diblock oleh
pemain lawan. Sakura berteriak, "Ayo, Naruto, kau pasti bisa! Rebut
bolanya!"
Seolah-olah bisa mendengar teriakan Sakura,
Naruto mengejar lawan tersebut dan merebut bola, sebelum akhirnya menggiring
sampai ke gawang lawan. Sakura menggigit bibirnya ketika passing Naruto ke
Sasuke gagal. Kemudian saat lawan kembali melakukan passing, Naruto tanpa
menunggu aba-aba, langsung menshoot bola ke gawang.
"GOL!"
Seisi stadium berteriak riuh begitu Naruto
berhasil mencetak gol. Anak laki-laki langsung melompat ke arahnya dan berseru
senang. Sakura juga ikut melompat bersama Ino, saling berpelukan karena senang.
Saat Sakura melepaskan pelukannya dari Ino, matanya saling bertatapan dengan
mata safir Naruto. Anak itu mengacungkan jempolnya pada Sakura sambil
memberikan cengiran khas. Sakura merasakan wajahnya memerah, apalagi bisikan
anak-anak perempuan yang bertanya, 'Dia mengacungi jempol pada siapa?' tidak
membantu Sakura untuk menghilangkan rona merah di wajahnya.
Kedudukan bertahan 1-0 hingga pertandingan
usai—mengumumkan bahwa Konoha memenangkan turnamen sepak bola musim panas
se-Tokyo.
XXX
Ruangan pemain di dalam stadium dipenuhi oleh
pemain dan supporter yang memberikan selamat pada tim SMA Konoha. Sakura
mengedarkan pandangannya ke seisi ruangan, tidak melihat Naruto di antara
kerumunan pemain yang dielu-elukan oleh para penonton pertandingan. Mungkinkah
anak itu tidak suka dengan keramaian?
Tiba-tiba Sakura menabrak tubuh setengah
telanjang. Dengan memerah Sakura membungkuk minta maaf, tapi sebuah suara
menahannya agar tidak membungkukkan badan, "Sakura-chan? Sedang apa kau di
sini?"
"Naruto?" Tanya Sakura kaget.
"…kau tidak pakai baju…" ia mengamati Naruto yang tidak mengenakan
headbandnya dengan malu-malu, tubuh anak laki-laki itu lumayan berbentuk,
dengan dada bidang dan perut hampir berbentuk six packs. Dengan keringat yang
membasahi rambut dan tubuhnya, membuat Sakura tidak bisa mengalihkan
pikirannya—bahkan mungkin pandangannya—dari Naruto.
"Tentu saja, kan. Aku harus mengeringkan
badanku. Bermain selama 20 menit di lapangan tetap membuatmu basah oleh
keringat," Naruto tertawa malu-malu sambil menggaruk kepalanya. Saat
Sakura hendak mengeluarkan handphone-nya, Naruto sudah mengulurkan handphone
miliknya pada gadis itu, "Boleh aku minta kau untuk mengetik alamat
emailmu?"
Sakura mengambil handphone Naruto dan mulai mengetik
alamat emailnya. Setelah menyerahkan handphone Naruto pada pemiliknya,
handphone anak laki-laki itu bordering. "Kau juga… Simpan alamat emailku,
oke?"
Naruto memandang Sakura dengan kegembiraan
bukan main, "Te-Terima kasih, Sakura-chan!"
"Terima kasih, juga."
"Umm, lalu…" Naruto menunjukkan
sesuatu pada Sakura melalui layar handphone nya, "Saat aku berjalan-jalan
di kota Tokyo, aku mengambil foto informasi soal lomba mengarang cerpen yang
diadakan oleh Shueisha. Cerpen yang berhasil menang akan dipublikasikan
ceritanya di website novel online Jepang milik Shuiesha. Kau mau
mencobanya?"
Sakura mengamati layar handphone Naruto dan
menatap si blonde, "…kau mengambil foto ini untukku?"
"Karena kupikir cerita buatanmu cukup
bagus, kenapa kau tidak mencoba saja untuk mengirim cerpen buatanmu ke
sana?"
Setitik air mata berjatuhan di pipi Sakura.
Naruto mendadak panik melihat reaksi anak perempuan itu—apalagi ketika
teman-teman satu timnya mulai mencibirnya, mencibir telah membuat Sakura
menangis.
"Eh? Kau tidak ingin ikut, ya? Maaf, aku
kira kau—"
"Aku akan ikut, kok," jawab Sakura
sambil menghapus air matanya, "Maaf tiba-tiba saja aku menangis. Aku
senang sekali kau melakukannya untukku. Terima kasih Naruto. Hehe," Sakura
tersenyum pada anak itu—membuat Naruto salah tingkah. Ia mengambil sesuatu dari
tasnya dan menyerahkannya pada Naruto, "Aku membuat cerita soalmu sesuai
perjanjian kita. Tapi maaf saja, ya, kalau apa yang di dalam ceritanya terkesan
berlebihan."
"Wah! Kau sungguh membuatkanku buku
cerita! Terima kasih, Sakura-chan!" Naruto mengangkat buku di tangannya
tinggi-tinggi.
Kemudian keduanya berpisah, kembali ke daerah
tempat tinggal mereka, masing-masing menggunakan kendaraan yang berbeda. Tapi
di saat yang sama, keduanya saling tersenyum pada diri masing-masing.
Akhirnya!
XXX
Sakura menghabiskan waktunya beberapa hari
setiap malam di kamar—terus duduk di hadapan notebooknya untuk menyelesaikan
cerpen buatannya. Paling tidak ia masih punya waktu sekitar sebulan sebelum
deadline yang diputuskan.
"Sakura, saatnya makan."
"Iya, tunggu sebentar, kaa-san!"
Sebuah deringan dari handphone-nya
menghentikan Sakura. Gadis itu meraih handphone-nya dan melihat sebuah email
masuk dari Naruto.
From: naruto_4ramen .jp
Sakura-chan~
Kau sedang apa? Sedang membuat cerpen ya?
Kalau bisa jangan sampai melewatkan waktu makan malam, oke? Semangat membuat
cerpennya! Ayo, kau pasti bisa, Sakura-chan!
Sakura tersenyum membaca email tersebut. Ia
mulai mengetik-ngetik dengan cepat dan meregangkan tangan-tangannya.
"Ayo, semangat, Sakura! Kau pasti
bisa!" seru Sakura menyemangati dirinya sendiri.
XXX
Beberapa hari kemudian Sakura yang baru saja
datang mengambil buku—menemukan Naruto sedang berdiri di depan kelas sambil
mengangkat satu kakinya. Sakura berhenti sesaat di hadapan cowok itu.
"…kau mendapat hukuman lagi dari
Genma-sensei, ya?" Tanya Sakura sambil setengah tertawa, melirik ke dalam
ruang kelas, melihat Genma-sensei sedang mengajar pelajaran fisika.
"Heh. Padahal aku cuma mendengkur
sebentar saat pelajaran dan tiba-tiba dia menyuruhku keluar! Kalau itu
Sasuke-Teme, pasti disuruhnya mencuci muka!" gerutu Naruto kesal sambil
menurunkan kakinya.
"Sensei, Naruto menurunkan kakinya!"
"Uzumaki Naruto!"
"Iya, iya, Sensei! Aku tahu!" Naruto
menjulurkan lidahnya pada Kiba yang tertawa iseng padanya dari dalam ruang
kelas.
Sakura mengerutkan dahinya, "Kurasa kau
memang harus merubah penampilanmu kalau tidak ingin orang lain salah menilaimu.
Misalnya dengan mengubah warna rambut dan tindikan telingamu."
"Warna rambutku memang seperti ini,
Sakura-chan…" keluh Naruto, "Dan tindikan telinga ini cuma aksesoris
saja…" Sakura tertawa mendengar ucapan Naruto. Anak berambut blonde itu
hanya mendengus kesal, "Ngomong-ngomong, bagaimana dengan cerpennya? Kau
sudah mengirimnya, belum?"
"Sudah kemarin. Tinggal menunggu 2 minggu
untuk mengetahui hasilnya," jawab Sakura. Ia menoleh ketika mendengar
suara Genma-sensei memanggilnya masuk. "Uhm, aku masuk duluan, ya.
Makanya, lain kali berusahalah jangan tertidur di kelas."
"Iya, iya, aku tahu." Sakura sudah
masuk ke dalam ruang kelas, meninggalkan Naruto yang berdiri dengan satu kaki
sementara kedua tangannya memegangi tumpukan buku. Tapi sebuah senyuman
menghiasi wajah anak laki-laki itu.
XXX
Seminggu kemudian Sakura mengecek pengumuman
nama pemenang menulis cerpen oleh Shueisha. Senyuman di wajah Sakura berkembang
saat ia mengingat Naruto menyemangatinya selama beberapa hari sebelum
pengumuman pemenang. Si blonde Bengal itu meminta maaf padanya tidak bisa ikut
melihat daftar nama pemenang karena tagihan handphone dan internetnya masih
belum dibayar. Tapi Sakura hanya tersenyum pada anak itu, ia yakin bahwa ia
bisa memenangkan lomba ini. Selangkah lagi ia menuju impiannya selama ini.
Sakura mengarahkan kursor mouse nya ke bawah.
Dahinya berkerut, mencari-cari namanya.
Kemudian wajahnya berubah kecewa ketika ia
tidak menemukan namanya terdaftar di layar notebook.
XXX
"Kau kenapa, Sakura? Kenapa hari ini kau
diam terus, sih?"
"Berisik, Ino. Aku sedang ingin
sendirian, nih."
"Hei, aku mengajakmu pulang bareng, tahu!
Tapi kenapa kau malah mendiamiku?"
"Maaf. Aku sedang banyak pikiran
saja," Sakura hanya tersenyum kecil pada Ino yang dari tadi memintanya
untuk pulang bersama. Tapi Sakura terlalu malas untuk berbicara pada temannya
saat ini, apalagi bercerita soal kegagalannya dalam mencapai
impiannya—memenangkan lomba menulis dan mempublikasikan ceritanya.
"…tapi—"
"Sudahlah, Ino. Biarkan saja Sakura
sendirian saat ini," kata Hinata. Ia menoleh pada Sakura, "E-etto…
m-mungkin saat ini ada hal yang tidak ingin kau bicarakan saat ini dengan kami,
tapi kami akan siap kapan pun untuk mendengarkan curhatanmu, Sakura."
"Terima kasih, Hinata, aku sangat
menghargainya," kata Sakura sambil tersenyum. Maaf aku tidak bisa
bercerita pada kalian. Sakura menundukkan kepalanya dengan sedih ketika dua
temannya pergi meninggalkannya. Tetapi kemudian perhatiannya teralih dengan
suara seseorang yang ia kenal.
"Sakura-chan, katanya aku diterima
sebagai pemain inti pada turnamen musim dingin nanti!" Naruto berlari
menghampiri Sakura keesokan harinya begitu ia melihat Sakura berdiri di depan
pintu gerbang sekolah, "Kemarin Sasuke memberitahuku lewat telepon—dia
tidak bisa mengirimiku email, sih."
"Eh? Benarkah? Selamat, Naruto!"
kata Sakura, melupakan kekecewaannya tidak bisa memenangkan perlombaan
mengarang cerpen. Ia merasa enggan memberitahukannya pada Naruto.
"Lalu, pengumu-"
"Kau sudah membaca ceritaku sampai
selesai belum? Bagaimana ceritanya?" potong Sakura cepat.
"Bagus! Aku senang sekali kau membuat
cerita tentangku lewat pandangan orang pertama, dia seperti begitu mengagumiku.
Dan kau mengubah namaku menjadi 'Menma', huh?" Naruto terkekeh pelan dan
melihat Sakura merona merah, "Apa orang yang menjadi orang pertama itu
kau, Sakura-chan? Kau sama sekali tidak menyebutkan nama naratornya, malah
menulis namanya sebagai Watashi—Aku."
"Soalnya itu sebenarnya masih cerita
bersambung. Aku masih belum tahu bagaimana kelanjutannya," kata Sakura
sambil tertawa.
"Hmm. Kalau begitu akan bagus sekali
kalau kau membuatkan lanjutannya. Mungkin ceritanya akan berakhir dengan aku
menjadi seorang pemain bola pro, dan identitas narator yang sebenarnya
terungkap. Entah bagaimana aku yakin sekali naratornya itu pasti kau,"
Naruto melihat Sakura hanya mengangkat bahu. "Lalu bagaimana dengan lombanya?"
Sakura mengepalkan tangannya di sisi tubuhnya.
Ia menoleh pada Naruto dan tersenyum padanya, "Meski aku tidak bisa
berhasil kali ini, aku tetap senang, kok!"
"Sakura-chan?"
"…aku gagal," Sakura tertawa.
Kemudian air mata menetes di pipinya, "Aku gagal masuk sebagai pemenang
lomba menulis cerpen Shuiesha. Aku ini payah sekali, ya, bisa gagal begitu.
Mungkin ceritaku memang tidak terlalu bagus…"
"Tidak, Sakura-chan," Naruto
menghapus air mata di pipi gadis itu dan membelai lembut kepalanya, "Kau
tidak gagal. Hanya belum saatnya kau menjadi seorang penulis. Mungkin kau
diberi kesempatan oleh Tuhan untuk terus berkarya. Lagi pula aku ini salah satu
penggemar tulisanmu, aku menyukai semua cerita buatanmu. Ingat, seorang penulis
hebat juga biasanya bukan hanya sekali ditolak untuk diterbitkan bukunya,
tetapi berkali-kali. Pokoknya jangan menyerah sekarang, masa karena sekali
gagal kau malah menyerah. Tunjukkan kemampuan terbaikmu di kesempatan lainnya,
oke?"
"Iya. Aku mengerti, kok. Maaf, aku
cengeng sekali, sih," Sakura berusaha menahan air matanya, "Kau
hebat, bisa diterima sebagai pemain inti. Sedangkan aku…"
"Ssh," Naruto meletakkan telunjuknya
di bibir Sakura, "Aku juga pada awalnya gagal menjadi pemain inti, kan?
Tapi setelah kau terus menyemangatiku, akhirnya aku bisa seperti ini. Kalau kau
mau, aku akan terus menyemangatimu hingga cerita buatanmu dipublikasikan!"
Sakura tertawa mendengar ucapan Naruto. Ia
meninju pelan bahu anak laki-laki itu, "Baka!"
XXX
Sakura meletakkan handphone nya di atas meja,
merasa puas setelah curhat pada kedua temannya melalui email. Ia juga meminta
maaf pada Ino dan Hinata sudah merahasiakan masalahnya. Ia curhat pada mereka
tentang kegagalannya dalam lomba menulis. Tapi kini wajahnya terlihat senang
sekaligus lega melihat balasan dari 2 temannya, yang memintanya agar tidak
patah semangat. Iseng, Sakura membuka website di internet dan menemukan sebuah
pengumuman lomba mengarang novel pendek yang diadakan Hakusensha dalam 2 bulan.
Sakura buru-buru mengambil handphone nya.
To: Ino_piglet .jp, sunshinegirl_Hinata .jp
From: pinkblossom_Sakura .jp
Sepertiny aku tidak akan bersedih lagi saat
ini. Aku menemukan informasi soal lomba menulis oleh Hakusensha September
mendatang! ^^/
Ia langsung membuka aplikasi word dan mulai
mengetik apa yang ada di dalam pikirannya. Ia akan menulis itu, ya, cerita itu!
Sakura tersenyum pada idenya sendiri. Tapi kemudian ia menghentikan
pekerjaannya dan kembali beralih pada ponselnya. Apa sebaiknya aku memberitahu
Naruto juga?
To: naruto_4ramen .jp
From: pinkblossom_Sakura .jp
Terima kasih Naruto, sudah menyemangatiku
selama ini. Aku memikirkan ucapanmu tadi siang. Seharusnya aku memang tidak
boleh menyerah setelah sekali gagal. Besok aku pinjam buku cerita buatanku
tentangmu itu, ya! ^_^
Tidak butuh waktu lama untuk mendapatkan
balasan.
From: naruto_4ramen .jp
Sama-sama, Sakura-chan! Senang bisa
menyemangatimu. Kau mau pakai untuk apa? Kukira kau mau memberikan buku itu
sebagai hadiah untukku -_-
Sakura tertawa melihat jawaban Naruto. Ia
langsung membalas, 'Pokoknya aku hanya ingin meminjam sebentar, kok. Kalau
sudah selesai kupinjam, aku akan mengembalikannya lagi padamu. Oke?'
Setelah menerima balasan dari Naruto, Sakura
mulai mengetik sebaris kata-kata yang diingatnya, dan kemudian pergi tidur
setelah mematikan notebook miliknya.
XXX
"…kau membuatkan Naruto buku cerita?
Kenapa kau tidak pernah cerita?"
Ino dan Hinata sama-sama memasang wajah tak
percaya pada Sakura, saat Naruto memberikannya buku cerita yang dibuat
untuknya.
"Apa boleh buat. Sebenarnya ini rahasia
di antara kami berdua, tapi kalian sudah tahu sekarang," kata Sakura
membela diri.
"B-boleh kami meminjamnya? A-aku hanya
pernah sekali membaca cerita buatanmu," pinta Hinata malu-malu.
"Aku juga mau~! Ya, ya, Sakura?"
kali ini Ino yang memohon.
"Kalau kau mau aku bisa meminjamkanmu
buku cerita yang lain, tapi buku cerita satu ini tidak bisa kupinjamkan pada
kalian. Maafkan aku," Sakura membungkukkan tubuhnya di hadapan kedua
temannya, "Aku sudah berjanji pada Naruto untuk tidak meminjamkan buku ini
pada siapa pun."
"Che, baiklah… Mentang-mentang sudah
pacaran, memprioritaskan pacarnya duluan dari pada sahabatnya," kata Ino
bercanda sambil berpura-pura marah. Hinata juga ikut-ikutan memasang wajah
cemberut.
"Aku berani bersumpah bahwa aku tidak pacaran
dengan Naruto!" gerutu Sakura kesal, meski rona merah di wajahnya
mengatakan hal yang lain.
XXX
Mendekati akhir musim gugur dan memasuki musim
dingin, Sakura mulai menyelesaikan ceritanya. Hubungannya dengan Naruto juga
semakin dekat—sampai-sampai seisi sekolah mengira mereka pacaran. Sakura
menghembuskan nafas—menimbulkan uap dingin, sambil memikirkan bahwa sebentar
lagi Naruto juga akan bertanding di turnamen musim dingin—sebagai pemain inti!
Ia ingin sekali buru-buru pulang ke rumah dan menyelesaikan ceritanya,
sekaligus membuatkan makanan untuk Naruto pada latihan sore ini.
Setibanya di rumah, ia mendengar ayahnya
memanggilnya.
"Sakura, aku punya berita untukmu.
Masuklah ke ruang keluarga dulu."
Sakura mengernyit heran, tetapi ia mengikuti
instruksi ayahnya. Tanpa disangka di ruang keluarga ibunya sedang duduk seperti
sedang menantikan kehadirannya.
"Sebenarnya tou-san dan kaa-san punya
berita apa untukku?"
Mebuki dan Kizashi saling berpandangan,
sebelum akhirnya ibunya berkata, "Tou-sanmu… dia diterima sebagai kepala
cabang oleh perusahaan di pulau Kyushu. Jadi, dalam 2 bulan ini, kita akan
pindah ke sana."
Tanpa sengaja Sakura menjatuhkan tasnya,
mengejutkan kedua orang tuanya, "Aku tidak mau pindah. Tidak mau."
"Sakura, kau sudah besar—jangan selalu
mengikuti kemauanmu. Kalau kau tinggal di sini, siapa yang akan
mengurusmu?" Tanya Kizashi lembut pada putrinya.
"Pokoknya aku tidak mau!" seru
Sakura keras kepala, "Aku bisa tinggal di sini, tinggal di sebuah
kos-kosan, lalu mengambil kerja part time. Aku bisa mengurusnya."
"Kalau sesuatu terjadi padamu, siapa
memangnya yang mau bertanggung jawab?" Mebuki mendesah pelan, "Ingat
Sakura, ini kesempatan baik untuk tou-sanmu. Kalau kita pindah ke Kyushu, kita
akan hidup lebih baik dari ini. Mungkin kami bisa mengirimimu uang, tapi kami
tidak bisa mengawasimu dari sana. Sakura?"
Sakura sudah pergi dari ruangan tersebut dan
berlari menaiki tangga, memasuki kamarnya—dan membanting pintu.
XXX
"Jadi kau ingin membicarakan hal apa
dengan kami?"
Sakura mengangkat kepalanya, menatap kedua
temannya satu persatu, "Dalam 2 bulan yang akan datang, aku akan pindah ke
Kyushu."
"K-Kyushu?" Hinata menutup mulutnya
dengan kaget, "Ke-kenapa kau pindah, Sakura? Du-dua bulan lagi, kan,
sedang diadakan turnamen musim dingin!"
"Masa kau ingin meninggalkan kami, sih…
Dan melewatkan pertandingan musim dingin…"
"Aku tahu," jawab Sakura sambil
cemberut, "Makanya aku bilang pada orang tuaku kalau aku ingin pindah.
Tapi kurasa jawabanku terlalu kekanakan… Aku sudah merasa sangat nyaman
bersekolah di sini, berteman dengan kalian berdua. Bagaimana kalau aku sampai
tidak punya teman di sana? Dan Naruto—" ia menghentikan ucapannya. Apa
yang akan Naruto pikirkan nanti begitu ia tahu Sakura akan pindah?
"B-bagaimana kalau kau tinggal di rumahku
saja?" tawar Hinata, "Rumahku cukup besar, kok, ada beberapa kamar
kosong di dalamnya…"
"Terima kasih, Hinata… Tapi orang tuaku
tidak ingin sampai merepotkan orang lain. Mungkin sebaiknya aku memang harus
pindah."
Ino memeluk Sakura, "Padahal kita sudah
berteman semenjak SD dan sudah begitu dekat dengan Hinata… Masa sekarang kau
harus pindah? Tidak adil…" Sakura merasakan bahunya mulai basah oleh air
mata.
"A-aku juga tidak ingin berpisah
denganmu. K-kalau kau berpisah, b-bagaimana dengan kami?" Hinata menangis
tersedu-sedu dan memeluk kedua sahabatnya, "P-pokoknya… kalau kau pindah
nanti, kau tidak boleh me-melupakan kami… Dan jangan lupa sering me-mengirimi
kami email…"
Sakura merasakan air mata juga membasahi
wajahnya, "Terima kasih kalian berdua. Aku senang memiliki teman seperti
kalian… Maaf kalau selama ini aku tidak bisa menjadi teman yang baik."
Ino menghapus air matanya, "Kau memang
bukan yang terbaik, kadang-kadang suka menolak ajakan kami, tapi tetap saja,
kau sahabat kami!" ketiganya tertawa bersama-sama. Tetapi kemudian wajah
Ino berubah penasaran, "Lalu, apa kau akan menceritakannya pada
Naruto?"
Sakura terdiam—bingung harus menjawab apa.
XXX
Hampir memasuki liburan musim dingin, Naruto
kembali tidak masuk sekolah selama beberapa hari untuk mengikuti turnamen musim
dingin. Sakura sudah hampir menyelesaikan cerita buatannya dan sekarang dia
sibuk memikirkan bagaimana harus memberitahu Naruto bahwa dirinya akan pindah.
Akhir-akhir ini ia juga jarang mengobrol atau mengirimi Naruto email, jika
mengirimi email mungkin hanya sekedar menyemangati Naruto dalam turnamen musim
dingin.
Sakura mengetik dengan perasaan malas di depan
notebooknya. Kemudian suara deringan dari handphone mengagetkannya.
From: naruto_4ramen .jp
Sakura-chan, kau sedang apa? Hari ini tim akan
bertanding untuk semifinal. Doakan kami berhasil, ya! Oh, ya, akhir-akhir ini
kenapa kau jarang mengirimiku email? Aku juga sudah lama tidak mengobrol
denganmu. Apa kau marah padaku? Maaf kalau ada sesuatu yang membuatmu terganggu
. Kuharap kau juga masih terus menulis. Lalu, buku ceritanya sudah kau selesai
pinjam belum? Rasanya aku ingin kembali membaca buku ceritamu…
p.s Tetap semangat. Ganbatte!
Sakura meneteskan setitik air mata. Seandainya
saja ia bisa bercerita pada Naruto. Sakura menggeleng-gelengkan kepalanya
dengan keras. Sekarang Naruto sedang berusaha di turnamen. Dan sudah hampir
setahun sejak pertemuannya dengan Naruto. Anak itu sekarang semakin sukses
dalam bidangnya, sementara Sakura masih harus berjuang dalam menulis. Sakura
mengepalkan tangannya, Naruto masih mendukungku, aku juga masih harus berusaha,
aku harus bisa seperti dirinya, bahkan Yamato-sensei sekarang sudah mengakui
kemampuannya. Aku harus bisa menjadi penulis terkenal dan bisa diakui banyak
orang! Ia langsung membuat balasan untuk Naruto, 'Semoga sukses Naruto! Aja aja
ganbatte, nee! ^^ Maaf, aku akhir-akhir ini sedang membuat cerita lagi. Soal
bukunya, aku akan mengembalikannya begitu kita bertemu nanti. P.s, jangan
sampai kalah! '
Menjelang malam, ketika Sakura berhasil
menyelesaikan cerita buatannya, ia mendapatkan lagi balasan dari Naruto.
From: naruto_4ramen .jp
Berhasil lagi masuk final! Aku mencetak gol di
babak pertama, dan babak keduanya oleh Sai! Bagaimana kalau pertandingan
finalnya kau datang lagi untuk mendukung?
Sakura melihat ke kalendar di meja belajarnya.
4 hari lagi sampai ia pindah. Sakura membalas, 'Pasti aku akan datang.'
XXX
Sakura nyaris melompat kaget begitu ia tahu
bahwa kedua orang tua Naruto datang menghadiri turnamen yang diikuti putra mereka.
Ia pernah berkenalan dengan ibu Naruto saat anak itu mengajak Sakura dan kedua
sahabatnya beserta anak-anak satu tim ke rumahnya. Ibunya yang bernama Kushina
dan berparas cantik, memiliki sifat yang sama dengan Naruto. Sedangkan ayahnya,
Sakura tidak perlu menebak yang mana, memiliki kesamaan fisik seperti putranya.
Wajar saja Naruto kelihatan menarik, batin
Sakura.
"Oh. Kau Sakura-chan yang waktu itu ke
rumah, kan!" seru Kushina mengagetkan Sakura sekali lagi. Wanita itu
langsung menyuruh Sakura duduk di sampingnya, "Kau pasti datang untuk
melihat Naruto juga." Ia tersenyum ketika Sakura hanya mengangguk
malu-malu, "Oh, ya. Ini ayah Naruto, Minato. Minato, ini Sakura."
"Sakura?"
"Itu, anak perempuan yang disukai
Naruto," kata Kushina memberitahu suaminya, "Kalau kita punya menantu
secantik dan sesopan dia akan bagus sekali, bukan, Minato?"
"Hai. Dia cantik sepertimu, Kushina.
Naruto beruntung sekali kalau memiliki pacar sepertimu, Sakura-san."
Sakura memerah mendengar pujian dari kedua
orang tua Naruto, apalagi saat ayahnya memanggilnya dengan embel-embel 'san'.
Ia memusatkan perhatiannya ke pertandingan saat peluit tanda pertandingan
dimulai berbunyi. Ia melihat Naruto, dengan headband yang menjadi trademarknya,
berlari menggiring bola. Sakura merasakan dadanya berdegup—menyukai anak itu
berjuang di lapangan. Sakura berteriak di antara riuh penonton, "Ayo,
Naruto, kau harus menang!"
Ia terus menyemangati Naruto dari kursi
penonton tiap kali anak itu berhasil menggiring bola hingga ke gawang lawan.
Ketika pertandingan usai, Sakura ikut bersorak
gembira bersama pendukung lainnya. Skor 2-1 untuk tim Konoha.
XXX
"S-Sakura?"
Sakura nyengir lebar ketika ia bertemu dengan
Hinata di ruangan pemain, "Umm, hai, Hinata. Kau tahu di mana
Naruto?"
Hinata menunjuk ke sebuah ruangan yang
disesaki pemain, "Tadi kulihat Naruto-kun ke sana…"
"Baiklah. Terima-"
Hinata memeluk tubuh Sakura dan mulai
menangis, "I-Ini terakhir kalinya kita di sini. Be-besok kau akan pindah,
kan?"
"Hinata, jangan bilang soal itu di sini…
Kalau ada yang mendengar bagaimana?"
"T-tapi aku tidak ingin kau pergi…"
Sakura menepuk punggung Hinata lembut,
"Pokoknya besok kita masih akan bertemu untuk terakhir kalinya. Kau bilang
sendiri ingin datang ke rumah sebelum aku ke bandara besok."
Hinata mengangguk, "M-m-maafkan aku. Kau
ingin menemui Naruto-kun, kan?"
Sakura hanya tersenyum lalu beranjak pergi
sambil melambaikan tangannya. Ketika ia sampai di ruangan yang ditunjuk Hinata,
ia melihat Naruto membuka pintu—kini sudah berganti baju, lengkap dengan baju
hangat dan celana jins. Sakura memeluk Naruto dengan cepat.
"Naruto! Selamat atas pertandingannya!
Berkat usahamu, sekolah kita kembali juara! Oh, ya, tadi aku bertemu orang
tuamu."
"Ah, Sakura-chan!" Naruto memerah.
Ia langsung mengusir teman-temannya yang mulai menggodanya, "Sebenarnya
ini juga berkat usaha semuanya, kok. Eh? Orang tuaku ada di sini?"
Sakura mengangguk, "Tadi ibumu
marah-marah saat kau gagal memasukkan bola." Ia tertawa melihat ekspresi
cemberut di wajah Naruto.
"Oh, ya. Aku ingin bicara denganmu."
"Bicara?"
"Ehm, bagaimana kalau kita bicara di luar
saja?"
Sakura tampak heran dengan ucapan Naruto—dan
mengikuti anak itu keluar dari ruangan pemain. Ternyata Naruto mengajaknya ke
luar stadium.
"Oh, ya, aku ada yang terlupa,"
potong Sakura saat Naruto membuka mulutnya—hendak berbicara. Gadis itu
mengeluarkan sebuah buku dari tasnya dan menyerahkannya pada Naruto, "Ini
bukumu. Aku kembalikan lagi. Terima kasih, ya. Jadi kau ingin bicara apa
padaku?"
Naruto memandangi buku di tangannya dan
bergumam, "Sama-sama. Dan aku ingin…" tiba-tiba wajahnya berubah
menjadi merah, "Sebenarnya aku sudah lama menyukaimu, Sakura-chan.
Semenjak kita pertama kali bertemu."
Sakura membeku mendengar ucapan Naruto,
"A-apa?"
"Saat upacara tahun ajaran baru, ketika
bertabrakan, aku langsung menyukaimu. Kupikir kau adalah cinta pertamaku. Tapi
saat aku mendengarmu mengucapkan cita-citamu pada pelajaran Iruka-sensei, aku
berpikir, 'Kurasa aku memang menyukainya'. Lalu aku melihatmu sedang duduk di
halaman saat sedang mengambil bola—di antara guguran bunga Sakura… mungkin ini
terdengar aneh dan berlebihan, tapi—kupikir kau adalah gadis tercantik yang
pernah kulihat."
Tanpa sadar Sakura menahan nafasnya,
"Na—"
"Kemudian kau terus menyemangatiku dalam
bermain bola, hingga aku sampai sini. Seiap kali kau datang menyemangatiku, aku
merasa bahwa aku harus menang demi semuanya, terutama dirimu. Aku juga selalu
berhasil mencetak gol setiap kali mendengar suaramu yang bilang, 'Ayo Naruto,
kau pasti bisa!' Maka saat aku tahu kau menulis, aku terus menyemangatimu untuk
menulis. Aku menyukai karya-karyamu, seperti aku menyukaimu. Jadi, aku
mengajakmu ke sini…" Naruto menarik nafas dalam-dalam, "…maukah kau
terus menjadi penyemangatku untuk seterusnya?"
DEG.
Sakura memerah mendengar ucapan Naruto. Entah
kenapa, mulutnya terasa sulit digerakkan saat ini. Naruto menembaknya? Sakura
hendak menganggukkan kepalanya, tapi kemudian ia teringat bahwa besok ia tidak
akan berada di Tokyo lagi.
"Maaf."
"E-eh?"
"Maafkan aku Naruto, tapi aku tidak
bisa," Sakura merasakan air matanya mulai mengalir, "Bukannya aku
tidak menyukaimu, tapi… Aku benar-benar tidak bisa bersamamu."
Naruto mengerutkan dahinya, "Tapi kenapa?
Kenapa kau bilang kau tidak bisa bersamaku? Kalau kau memang tidak menyukaiku,
katakan saja, Sakura-chan!"
"Aku akan pindah besok."
Naruto terdiam mendengar ucapan Sakura sebelum
akhirnya berkata, "Kenapa tidak pernah bilang padaku?"
"…maaf…" Sakura langsung berlari
meninggalkan Naruto sambil menangis.
Naruto berusaha mengejar gadis itu, tapi
Sakura sudah menghilang di antara kerumunan orang-orang. Dengan kesal, Naruto
menendang kaleng minuman di dekat kakinya, "Sial! Sial! Kenapa dia tidak
pernah cerita?! Padahal aku begitu menyukainya! Tapi kenapa…" Naruto
berhenti saat ia melihat salju perlahan-lahan turun di hadapannya. Ia meraih
handphone dari kantung jasnya, melihat email dari Sakura.
From: pinkblossom_Sakura .jp
Dec 19th, 10.32: Ganbatte, kau harus menang di
pertandingan nanti, Naruto!
10.47: Paling tidak buat 1 gol untukku. Ya?
Semangat!
11.39: Kau hebat sekali mencetak gol tadi!
Babak berikutnya juga paling tidak harus bisa mencetak 1 gol lagi, atau bantu
teman satu timmu mencetaknya! Ganbatte! Semoga tim kita menang!
12.41: Selamat Naruto! Tim kita menang berkat
usahamu! Sayang aku tidak membawa hadiah apa-apa untukmu Tapi aku membawakanmu
buku cerita yang kupinjam. Pokoknya selamat Naruto! XD
XXX
Keesokannya Sakura berdiri di depan rumahnya.
Beberapa hari lalu, truk-truk yang mengangkat perabotan di rumahnya sudah pergi
berlayar dengan kapal ke pulau Kyushu. Sakura menarik nafas lega, untung saja
salju sudah berhenti turun sehingga penerbangannya tidak dibatalkan, jika tidak
ia akan semakin sulit pergi dari kota yang sudah lama ditinggalinya. Dan
sekarang, Ino, Hinata, sedang menangis di hadapannya, tidak ingin melepas
kepergian Sakura.
"Jangan lupa kirimi kami email!" Ino
memaksa, wajahnya basah karena air mata.
"K-kalau punya teman di-di sana… Jangan
lupakan kami," Hinata terisak-isak di pelukan Sakura.
"Tidak akan," kata Sakura
meyakinkan, "Titip salam ke semua teman-teman sekelas. Bilang aku minta
maaf merahasiakan kepindahanku pada mereka. Aku tidak ingin seisi sekolah
datang ke rumah hanya untuk melepas kepergianku," canda Sakura, tapi
hidungnya memerah karena pilek setelah menahan tangisnya semalaman—masih sedih
setelah kejadian kemarin.
"Sakura, ayo naik," panggil Kizashi
dari dalam mobil.
Sakura mengangguk pada ayahnya dan naik ke
mobil, melambaikan tangannya ke dua sahabatnya, sebelum akhirnya mobilnya mulai
bergerak meninggalkan rumah lamanya.
Selama perjalanan ia terus melihat ke luar
jendela, berharap Naruto akan mengejar mobilnya dan mengatakan perpisahan
padanya. Tapi semua sudah terlambat sekarang, Sakura menyesalinya. Mungkin
lebih baik begini, sesal Sakura. Tetapi matanya beralih ke bangunan sekolahnya,
melihat sesosok anak laki-laki mengenakan headband dan berambut blonde berdiri
di depan gerbang sekolah. Naruto!
Naruto mengalihkan wajahnya ke kaca jendela
mobil Sakura. Wajahnya berubah senang begitu melihat gadis itu, 'Sakura-chan!'
Sakura buru-buru menurunkan kaca mobil, tidak
mengidahkan omelan yang keluar dari mulut ibunya, "Naruto!"
Ia mendengar Naruto berteriak padanya sambil
berlari mengikuti mobil, "Selamat jalan, Sakura-chan! Jangan lupakan aku!
Terima kasih sudah menyemangatiku selama ini! Semoga kau sukses dalam
menulis!"
Sakura menahan tangisnya agar tidak tumpah,
"Kau juga, baik-baik di sekolah! Jangan membuat guru-guru kesal! Sukses
juga untukmu, jadilah pemain pro! Juga te-te-terima kasih sudah… menyemangatiku!"
akhirnya tangisnya tumpah. Ia berteriak pada Naruto, "Sebenarnya aku juga
menyukaimu!"
"Aku tahu, makanya aku akan terus
mengirimimu email sampai kau bosan!"
"Baka, baka, baka! Aku juga akan terus
mengirimimu email hingga kau bosan!"
Sakura menangis semakin keras saat Naruto
semakin mengecil dari kejauhan. Seandainya saja ia bisa jujur pada perasaannya
dari awal…
"Itu pacarmu?"
"Iie, tou-san… Dia teman sekelasku, juga
bisa dibilang sahabatku." Sakura menghapus air matanya.
"Tapi aku dengar kalian saling menyukai
tadi," Mebuki mengernyitkan dahi pada putrinya. Tapi sebuah senyuman
terukir di wajahnya, "Kalau memang jodoh, suatu saat nanti kalian pasti
akan bertemu."
Sakura hanya mengangguk, "Pasti." Ia
membuka handphonenya dan menemukan beberapa email dari Ino, Hinata, teman-teman
sekelasnya—dan juga Naruto. Sakuar tersenyum membaca email dari teman-temannya.
Tetapi kemudian matanya terbelalak kaget melihat salah satu email di dalamnya.
From: hakusenshapublisher .jp
Selamat bagi yang mendapatkan email ini, novel
pendek kalian berhasil memenangkan lomba mengarang novel pendek yang diadakan
oleh Hakusensha Publisher. Kalian bisa mengecek daftar nama-nama pemenang
beserta kategorinya di website kami dan silahkan kirimi kami email sebagai
identifikasi nama pemenang. Terima kasih dan terus berkarya!
Sakura langsung membuka website yang dimaksud
dan menemukan namanya dalam barisan teratas nama pemenang. Tanpa sadar Sakura
melompat dari kursi penumpang dan melempar kedua tangannya ke atas,
"Akhirnya… Akhirnya! Tou-san, kaa-san, akhirnya novel buatanku memenangkan
lomba!
Mebuki dan Kizashi nyaris melompat dari kursi
masing-masing, "Benarkah?"
Sakura tidak menjawab, ia sibuk mengirimi
masing-masing temannya email yang mengatakan bahwa ia berhasil memenangkan
lomba menulis. Beberapa saat kemudian ia mengirimi Naruto email, 'Coba kau buka
website Hakusensha dan lihat apa yang tertera di sana'
Sakura tersenyum kecil. Apa reaksi Naruto
begitu ia tahu bahwa cerita yang Sakura buat untuknya digunakan oleh gadis itu
dalam lomba mengarang?
XXX
Tokyo, 6 tahun kemudian…
"Kenapa kau tidak bilang bahwa kau
akhirnya ke Tokyo juga, Sakura…!"
Sakura menjauhkan handphonenya dari
telinganya, "Maaf, maaf. Aku, kan, ke sini sebenarnya untuk ikut acara
promosi novel baruku, Ino," ia menggaruk pipinya dan tertawa.
"Tapi sekarang aku sedang ada di Osaka!
Kalau tahu kau ke Tokyo aku akan tinggal di sana lebih lama."
"Jangan begitu, dong. Katanya kau mau
bertemu dengan keluarga besar Shikamaru di sana, kan?"
"Pokoknya lain kali kau harus
memberitahuku, oke?"
"Oke, oke. Selamat bersenang-senang di
sana," Sakura menekan tombol disconnect.
Sekarang ia sedang berada di Tokyo, setelah 6
tahun tidak berkunjung. Ia dan sahabat-sahabatnya saling rajin mengirimi
foto-foto dan bertukar informasi. Sakura bisa percaya bahwa sekarang Ino dan
Shikamaru akan menikah dalam waktu dekat, tapi yang paling membuatnya kaget
adalah Hinata saat ini sedang berpacaran dengan Sasuke. Dan tadi siang
setibanya Sakura di Tokyo, ia melihat keduanya sedang jalan bersama di daerah
Harajuku. Saat SMA ia tidak pernah melihat keduanya berbicara, meski Hinata
kadang suka bercerita kadang-kadang Sasuke meneleponnya saat malam.
Sakura mendengus. Kedua sahabatnya sekarang
sudah sukses dalam karir dan percintaan masing-masing. Ino membuka toko bunga
yang cukup terkenal di Tokyo, sementara Hinata menjadi seorang desainer
terkenal. Meski Sakura sendiri sudah melejit namanya menjadi seorang penulis
terkenal, ia tetap merasa iri dengan kesuksesan 2 temannya dalam kisah cinta.
Tiba-tiba Sakura teringat pada Naruto. Ia
sering mendengar dan melihat Naruto di TV, koran dan media massa lainnya.
Sekarang anak itu sudah tumbuh menjadi seorang pemain bola tim nasional Jepang,
terkenal sebagai striker andalan Jepang. Dia juga berubah menjadi lebih tampan,
pikir Sakura.
Mata Sakura beralih pada layar besar di sebuh
gedung—yang menayangkan siaran ulang wawancara dengan Uzumaki Naruto, pemain
bintang Jepang. Naruto tumbuh menjadi pria bertubuh tinggi, lebih berisi, dan
wajahnya nyaris sama dengan ayahnya, meski dengan rambut lebih pendek dan kumis
yang menghisi wajahnya—membuatnya tampak lebih menarik. Sakura tidak dapat
menahan tawanya ketika Naruto menjawab beberapa pertanyaan dari host acara,
masih terdengar bengal seperti ketika ia masih SMA dulu.
"Jadi, apa alasanmu menjadi seorang
pemain bola, bahkan terkenal sampai seperti ini?"
"Sebenarnya aku tertarik menjadi pemain
bola karena sering melihat ayahku bermain di lapangan. Kemudian aku bertemu
dengan tim nasional Jepang saat aku berusia 6 tahun. Dan kurasa saat itulah aku
semakin tertarik untuk bercita-cita menjadi seorang pemain bola. Tapi, yang
membuatku terpacu untuk menjadi pemain bola pro, yaitu seorang gadis yang aku
sukai," Naruto tertawa sambil menyisir rambutnya. Sakura memerah mendengar
ucapan dari pria itu, "Ia menyemangatiku selama aku masih bermain di tim
SMA yang sama dengan Uchiha Sasuke. Karena kupikir bahwa aku harus bisa menjadi
pemain bola yang hebat setelah dia terus menyemangatiku, akhirnya aku bisa
sampai seperti ini. Mungkin tanpa dukungan darinya, aku tidak akan pernah
sampai seperti ini."
"Jadi, siapakah wanita beruntung
ini?"
"Dia pindah ke Kyushu beberapa tahun
lalu. Tapi kukira kalian pasti tahu. Dia pernah membuat novel tentang diriku
saat kami masih SMA."
Dia mengingatnya, batin Sakura. Air matanya
menetes di pipinya, dan buru-buru ia menghapusnya. Saat ia berbalik, tanpa
sengaja ia bertabrakan dengan seorang pria mengenakan topi.
"M-maaf, aku tidak—"
"Sakura-chan?"
Sakura mengangkat kepalanya dan memperhatikan
pria bertopi di hadapannya, "…Naruto?"
Naruto menarik Sakura menjauhi kerumunan
orang-orang, "Sst. Jangan keras-keras. Bisa gawat kalau mereka sampai tahu
diriku ada di sini," bisik Naruto. Begitu mereka sampai di sudut kota yang
sepi, Naruto membuka topinya dan melebarkan tangannya, "Bagaimana kabarmu?
Apa kau kangen padaku?"
Sakura langsung memeluk tubuh pria itu dan
mulai menangis, "Baka, tentu saja aku kangen! Sudah berapa tahun kita
tidak bertemu?"
Naruto membelai rambut gadis yang kini
beranjak menjadi wanita muda yang cantik. Sekarang Sakura memanjangkan rambut
pinknya hingga sepinggulnya dan mengenakan banda berwarna merah tua, sementara
poninya ia jepit ke samping. Sementara tubuhnya juga tumbuh semakin tinggi,
meski hanya sebahu Naruto, "Aku juga kangen padamu. Tapi kenapa kau tidak
mengirimiku email bahwa kau ke sini?"
"Habisnya, aku ingin jadi kejutan buat
semuanya saat aku tiba di sini," kata Sakura, "Akhir-akhir ini kau
jarang sekali membalas emailku. Aku, kan, kesal."
"Maaf," Naruto mencium kening
Sakura, "Aku sedang mengikuti turnamen menjelang Piala Dunia. Tapi aku
tetap membaca novel-novelmu. Dan aku masih penasaran dengan akhiran dari cerita
buatanmu yang ada diriku sebagai pemeran utamanya. 'Of Loves and Dreams'.
Untung saja aku tahu bahwa kau ke sini untuk mempromosikan novel
terbarumu."
"Habisnya aku masih belum tahu akhirannya
hingga saat ini. Tapi sekarang aku mulai menulis seri terakhirnya, kok,"
kata Sakura.
"Kalau begitu ikut aku," Naruto
menarik tangan Sakura.
"Ke mana?"
Naruto tidak menjawab. Ia mengajak Sakura
menaiki bus dan berhenti di depan stadium Nasional Jepang. Sakura mengerutkan
dahinya, tumben sekali stadium sepi di siang hari seperti ini, apalagi memasuki
musim semi.
"Memangnya kita mau melakukan apa di
stadium?" Tanya Sakura penasaran sambil menghalangi wajahnya dari guguran
bunga Sakura.
Naruto terus menariknya ke dalam stadium.
Begitu Sakura melihat ke sekeliling stadium, wajahnya berubah terpana. Ia
melihat pepohonan Sakura yang berguguran dengan barisan bunga-bunga mawar
memenuhi seisi lapangan. Mawar-mawar tersebut dibentuk seperti bentuk hati di
tengah-tengah lapangan, sementara di setiap kursi penonton, beberapa bunga
mawar juga disematkan, dari warna merah hingga warna putih. Beberapa orang
menyaksikan keduanya berdiri di tengah lapangan.
"…ini?"
"Sebenarnya ini sebagai tanda selamat
datang dariku," kata Naruto malu-malu, "Aku meminta manajer dan aku
membantuku menyusun semuanya. Kuharap kau menyukainya, Sakura-chan."
"I-ini…" Sakura memegang mulutnya
dengan terpana, "Ini romantis sekali, Naruto. Terima kasih… A-aku tak tahu
harus bilang apa… Kenapa kau melakukan semuanya?"
"Sebenarnya aku masih punya impian lagi
yang belum terwujud saat ini," kata Naruto sambil berlutut di hadapan
Sakura, "Yaitu memilikimu di sampingku." Naruto menyerahkan sekuntum
mawar yang di tengah-tengah bunganya terdapat sebuah cincin bermata berlian
mungil. "Sakura-chan, maukah, untuk saat ini dan seterusnya, kau menjadi
penyemangat dalam hidupku?"
Sakura terdiam mendengar pertanyaan Naruto, begitu
juga dengan orang-orang yang melihat mereka. Ia melihat ke sekelilingnya. Di
sinilah tempat Naruto menapaki cita-citanya. Dan di sinilah Sakura memberikan
Naruto buku cerita yang telah mengantarkannya pada kesuksesaanya. Sakura
menyadari bahwa sekarang semua impiannya sudah terwujud.
Menarik nafasnya dalam-dalam, Sakura
mengucapkan sebuah kata pasti, yang membuat Naruto langsung meneteskan air
matanya dan membuat Sakura memeluknya. Sementara orang-orang yang melihat
mereka langsung bersorak dan mengelilingi keduanya, menepuk-nepuk bahu Naruto.
Saat itu juga Naruto menciumi bibir Sakura, dan mengulumnya hingga wanita itu
nyaris kehabisan nafas. Sebuah senyuman terlintas di wajahnya, "Terima
kasih sudah mengatakannya, Sakura."
Aku akan menjadi penyemangat hidupmu untuk
selamanya, dan mendamping di sisimu.
Dan mereka tinggal selangkah lagi meraih mimpi
yang belum mereka capai saat ini.
THE END